Sabtu, 30 Juli 2016

Pakar Neurosains Nominator Peraih Nobel: Ahok Perlu Diobservasi Otaknya

Prof. Taruna Ikrar, ilmuwan Indonesia guru besar Neurobiologi – Universitas California – Amerika Serikat, calon penerima Nobel, setelah mengamati perilaku dan retorika Ahok selama menjabat Gubernur Jakarta, menyatakan, dari sudut pandang neurosains, Ahok termasuk pemimpin di Indonesia yang perlu diobservasi otaknya.

Para pendukungnya juga perlu tuh otaknya diobservasi.

Selengkapnya.....

"Neuropolitic dalam Pilkada DKI Jakarta"


INDONESIA sedang dilanda politik kemasan, lewat pemberitaan media – peneliti dan segelintir pengamat politik, yang kehilangan independensi, kecerdasan dan akal sehat. Salah satu dari begitu banyak indikasinya, tampak pada proses pengemasan citra Basuki Tjahja Purnama (Ahok).

Mencermati sikap dan retorika Ahok selama memimpin Jakarta, dari sudut pandang imagineering(rekacita), setidaknya kita dapati tujuh (7) faktor negatif yang melekat pada dirinya sebagai negative energizer untuk merusak masyarakat.

Yakni: kesengajaan merendahkan orang lain (terutama lawan politik), resistensi terhadap kritik yang dianggap merusak citra, mendorong opini (secara penetratif hipodermis) untuk menafikan nalar khalayak, memaksakan kehendak dan impian dengan beragam cara, mendiskreditkan anak buah dan rakyat, deframe kemampuan kompetitor untuk menunjukkan diri sebagai superhero, dan tidak konsisten (ingkar pendapat) yang pernah dikemukakannya.

Ketujuh faktor itu digunakan Ahok dan para pendukungnya, karena Ahok mengalami persoalan dengan otaknya. Prof. Taruna Ikrar, guru besar Neurobiologi – Universitas California – Amerika Serikat, calon penerima nobel, setelah mengamati perilaku dan retorika Ahok selama menjabat Gubernur Jakarta, menyatakan, dari sudut pandang neurosains, Ahok termasuk pemimpin di Indonesia yang perlu diobservasi otaknya.

Tiga metode khas yang tepat digunakan untuk hal itu: Performance emotions – performa emosinya yang mengindikasikan ketidakstabilan kimia otak di dalam tubuhnya; Unstable less empathy – ketiadaan empati terhadap persoalan sosial yang potensial menjadikannya seorang yang tidak mampu berlaku adil dalam makna sesungguhnya, akibat hambatan sublimic otak; dan, Wild decision – proses pengambikan keputusan yang tidak menyertai pertimbangan-pertimbangan matang, terutama fungsi insaniahnya.

Dari ketiga hal tersebut, Ahok termasuk seseorang yang ketika memperoleh otoritas besar akan sangat berbahaya, karena secara sadar bisa melakukan sesuatu yang tak lazim untuk kepentingan menunjukkan dirinya serba positif dan orang lain serba negatif. Termasuk mengekspresikan emosi dengan kata-kata kotor.  Ada yang salah dalam sistem interaksi logical kognitif dan emosinya. Hal ini menunjukkan, Ahok mengalami disorder personality.

Dengan kondisi demikian, Ahok selalu cenderung memutar balik realitas. Misalnya, mengesankan seolah-olah dirinya korban rasisme, padahal dia sendiri yang rasis dan secara sadar mengembangkan rasialisme. Dengan cara ini dia dapat menjadi pemicu terjadinya friksi dan konflik sosial.

Dengan kondisi kepribadian yang disebabkan ada persoalan di otaknya, Ahok mudah menuding orang dan kelompok lain sebagai fundamentalis untuk menutupi fundamentalisme paradoksal yang melekat pada dirinya.

Gangguan neurobiologis Ahok juga memicu dirinya yang sangat mudah mengklaim kejujuran, padahal belum terbukti dia jujur, seperti dia mengklaim seolah-olah dirinya tidak korupsi, tetapi memberi peluang bagi lingkungan sosial terdekatnya untuk melakukan tindakan koruptif.

Dalam situasi demikian, dia mendorong atau menciptakan situasi agar dirinya selalu menjadi pusat perhatian dalam polemik dan perdebatan sosial, dari berbagai sudut pandang. Terutama, karena Ahok sadar, dalam konteks relasi – korelasi sosial, lingkungan pemerintahan dan masyarakatnya masih terikat oleh sistem – yang menurut Geerzt – patron client relationship di lingkungan birokrasi, dan traditional authority relationship di lingkungan sosial. Dengan memanfaatkan pola relasi korelasi semacam itu, Ahok akan sangat mudah 'melempar kambing' persoalannya kepada bawahan atau masyarakat.

Dalam situasi seperti itu, para pendukung dan orang-orang yang menghendakinya menjadi pemimpin,  memanfaatkan demokrasi sebagai alat politik untuk melihat social polar map dengan suntikan-suntikan isu tentang globalisasi, pluralisme dan liberal multikulturalisme (seperti teori Terri Murray).

Pernyataan-pernyataan Ahok, seperti “karena saya Cina, kristen lagi...; jilbabnya kayak serbet di rumah saya” dan sejenisnya, secara sadar dilakukan untuk memicu friksi sosial. Karena, setiap terjadi friksi sosial, dia akan mengais keuntungan bagi kepentingan pencitraannya.

Efek yang dia kehendaki dari sikap dan ucapan semacam itu adalah memasukkan ke dalam pikiran semua orang, bahwa multikulturalisme pluralis mentolerir pluralitas budaya. Dan ternyata, Ahok dan para pendukungnya harus setengah mati meyakinkan semua orang dengan berbagai cara (termasuk ada kyai pendukungnya yang mengutip ayat-ayat al Qur’an untuk melakukan pembenaran). Terutama, karena sangat banyak kelompok masyarakat Jakarta, terlepas dari mindset frame (kerangka tata fikir) politik mereka.

Kelompok-kelompok sosial penentang Ahok yang kian besar, justru melihat, apa yang mereka lakukan sebagai sesuatu yang menjijikkan. Terutama, karena kebijakan-kebijakan tidak bijaksana yang dia lakukan terhadap kelompok-kelompok masyarakat kebanyakan, seperti di Pasar Ikan. Karenanya, isu Luar Batang, isu penafian fungsi RT/RW, dan lainnya akan menjadi simpul pemersatu masyarakat melakukan perlawanan.

Meminjam pandangan Frank Miller, Ahok bukan Noir, sang ksatria yang menggerakan perubahan sosial kongkret. Ahok hanya doll of changes, boneka perubahan dari berbagai kepentingan kekuatan ekonomi dan politik yang tak nampak.

Kasus Reklamasi, meminjam teori Lukes, menjelaskan pendekatan kekuasaan di balik kepentingan para pengusaha properti, akan menguak kebusukan. Terutama, ketika route map penguasaan otoritas seorang pemimpin berjiwa labil dan kehilangan empati, terkuak satu-satu.

Belakangan dan paling mutakhir, pembelokan arah Ahok untuk maju ke ajang Pilkada DKI Jakarta melalui jalur partai politik, secara eksplisit menunjukkan dirinya sebagai manusia ambivalen. Ekspresi kepribadian yang sangat berbahaya ketika memiliki kekuasaan besar.

Seperti kata Willard Scott, pemimpin dengan kepribadian semacam itu, hidup di alam fantasinya sendiri, dibekap oleh perasaan positif untuk diri sendiri. Perasaan yang membuat seseorang asyik denga  perasaan sendiri, seolah-olah dirinya positif. Merasa jujur dengan ketidakjujurannya, merasa bersih dengan kekotorannya, karena memandang dirinya terbaik di antara komunitas yang buruk.

Untuk membongkar lebih dalam praktik-praktik semacam itu dan untuk mencegah terjadinya kehancuran suatu masyarakat yang ditimbulkan oleh kepemimpinan manusia ambivalen, boleh dipakai kerangka teori Veneklasen dan Miller. Sekurang-kurangnya melakukan tiga hal.

Pertama, menggerakkan kembali kesadaran masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh oleh informasi dan citra yang diproduksi intensif melalui media mainstream dan media sosial, sekaligus menyadarkan masyarakat sebagai subyek politik;

Kedua, menghimpun daya baru (figur dari kalangan advokat atau praktisi hukum - militer – polisi dan pengusaha) sebagai alternatif untuk mengelola pemerintahan (kekuasaan);

Ketiga, menghimpun dan menggerakkan organisasi sosial terkecil yang menjadi koordinat people relations (di negeri kita seperti RT, RW, Majelis Taklim, Remaja Masjid, Karang Taruna) sebagai penggerak partisipasi sosial kritis.

Dalam proses demokrasi politik praktis, berlaku sistem kompetisi head to head, bukan neck to neck competition. Partai politik perlu sangat mempertimbangkan hal ini, untuk mendulang socio political benefit untuk kepentingan yang lebih besar.

Untuk memperoleh energi fundamental, salah satu hal yang harus dipertimbangkan oleh siapa saja yang mau maju dalam Pilkada DKI sebagai Gubernur, adalah menghadirkan representasi figur dari kalangan etnis pituin (dalam konteks Jakarta adalah Kaum Betawi) sebagai mitra utama. Walaupun mungkin, angka populasi konstituantif-nya terbilang kecil (biasanya berkisar antara 15 sampai 25 persen).[]

Minggu, 24 Juli 2016

Tips Cuci Ginjal Alamiah

TIPS CUCI GINJAL ALAMIAH
Selama bertahun2 Ginjal kita menyaring darah dgn cara membuang : Garam, Racun & zat2 lain yg tidak diinginkan memasuki tubuh kita. Seiring berjalannya waktu, terjadi akumulasi garam & memerlukan perawatan & pembersihan secara rutin & berkala, minimal sebulan sekali.
Berikut TIPS CUCI GINJAL kita secara murah & alami.
Biaya kurang Dari Rp.10.000,-
C̲a̲r̲a̲n̲y̲a̲ ̲s̲a̲n̲g̲a̲t̲ ̲m̲u̲d̲a̲h̲,̲ ̲
s̲b̲b̲ ̲:̲
1. Beli seikat daun Seledri.
2. Cucilah sampai bersih, lalu potong kecil2 & masukkan ke dlm panci.
3. Tuangkan air bersih, kira2 1 liter, didihkan selama 10 menit & biarkan hingga dingin.
4. Saring & tuangkan kedlm botol yg bersih lalu simpan di dlm kulkas hingga dingin. Minum satu gelas setiap hari & Anda akan melihat semua endapan garam & racun lain yg keluar dari ginjal Anda sewaktu buang air kecil.
Anda juga akan melihat perbedaan yg tidak pernah anda rasakan sebelumnya.
Seledri dikenal sebagai obat ALAMI terbaik utk mencuci ginjal !!!
Jadi tidak ada efek sampingnya !!!
Silakan disebarkan ke seluruh saudara & teman anda, agar bisa memberi manfaat bagi banyak orang yg membutuhkan informasi ini.
Terutama bagi orang2 yg rutin mengkonsumsi obat2an pabrik.
Semoga bisa bermanfaat !!!
Sumber : group cahaya sunnah.
Tips kesehatan :
SAYANGI GINJAL ANDA
Kalau terjadi gangguan pada ginjal, jangan buru buru cuci darah !!!
Ini ada tips utk mengatasinya
Biji alpokat diiris kecil kecil lalu jemur sampai kering (spt kerupuk ).
Lalu di giling sampai halus, ambil serbuknya lalu buat spt kita buat kopi atau teh. Minum seperti kita minum kopi, 3 x sehari.
Minumlah sampai kembali normal. Gak ada efek samping.
Salam sehat.
Jangan pelit berbagi ke kawan kerabat sahabat family ya.
selamat mencoba.

Senin, 04 Juli 2016

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1437 H / 2016 M

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Dengan segala kerendahan hati, Kami mengucapkan :

SELAMAT HARI RAYA IEDUL FITRI 2016
1 Syawal 1437 H

تَقَبَلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ صِيَامَنَا وَصِيَامَكُمْ وَكُلُّ عَامٍِ بِخَيْرٍ مِنَ العَائِدَيْنِ وَالفَائِزِيْن

َ
Semoga kita termasuk orang-orang yang kembali suci, memperoleh kemenangan, dan diterima amalnya serta selalu mendapatkan perlindungan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

آمِـــــيْنْ …آمِـــــيْنْ … يَا رَبَّ الْعَـــالَمِيْن
ْ
MOHON MAAF LAHIR & BATHIN

Sabtu, 02 Juli 2016

Hukum Memberikan Zakat Kepada Kerabat

Allah telah menjelaskan siapa saja yang boleh menerima zakat  di surat at-Taubah: 60,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. at-Taubah: 60)

Dan orang yang telah membayar zakat, tidak boleh sedikitpun mengambil manfaat dari zakat yang dia bayarkan. Karena itulah, zakat tidak boleh diberikan kepada ORANG YANG WAJIB DINAFKAHI oleh Muzakki.

Dinyatakan dalam Fatwa Dar al-Ifta',

نص الفقهاء على أن المزكي لا يدفع زكاته إلى أصله وإن علا أو إلى فرعه وإن سفل أو إلى زوجته؛ لأن المنافع بينهم متصلة فلا يتحقق التمليك على الكمال

Ulama menegaskan bahwa orang yang zakat tidak boleh menyerahkan zakatnya kepada orang tuanya dan seterusnya ke atas, atau kepada anaknya dan seterusnya ke bawah atau kepada istrinya. Karena pemanfaatan di tengah mereka masih nyambung. Sehingga perpindahan hak milik secara sempurna tidak terwujud. (Dar al-Ifta’ al-Mishriyah, no. 6695).

Sedangkan keluarga di sekitar kita (selain ortu, anak, dan istri), mereka bukan orang yang wajib kita nafkahi. Seperti kakak, adik, paman, bibi, sepupu, keponakan, bukanlah daftar orang yang wajib kita nafkahi. Sehingga dibolehkan memberi zakat kepada mereka. 

Masih dalam Fatwa Dar al-Ifta’,

ويجوز له أن يدفع زكاته إلى من سوى هؤلاء من القرابة كالإخوة والأخوات والأعمام والعمات والأخوال والخالات الفقراء، بل الدفع إليهم أولى؛ لما فيه من الصلة مع الصدقة

Muzakki boleh menyerahkan zakatnya kepada keluarga selain ortu, anak, dan istri, seperti saudara laki atau perempuan, paman, bibi, yang mereka kurang mampu. Bahkan menyerahkan zakat ke mereka nilainya lebih utama. Karena di sana ada unsur membangun jalinan silaturahmi. (Dar al-Ifta’ al-Mishriyah, no. 6695).

Diantara dalil bolehnya memberikan zakat kepada kerabat yang tidak wajib kita nafkahi adalah hadits dari Salman bin Amir Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ وَالصَّدَقَةُ عَلَى ذِى الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ

"Zakat kepada orang miskin nilainya zakat biasa. Zakat kepada kerabat, nilainya dua: zakat dan menyambung silaturahmi." (HR. Ahmad 16668, Nasai 2594, Turmudzi 660, dan yang lainnya).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi nilai lebih, ketika zakat itu disalurkan kepada kaum muslimin yang masih kerabat, karena ada nilai menyambung silaturahmi. Tentu saja, ini berlaku bagi kerabat yang tidak wajib dinafkahi muzakki.

Demikian, Allahu a’lam.

Sumber: konsultasisyariah.com

Jumat, 24 Juni 2016

Ibadah Qiyamul Lail, Tarawih dan Tahajjud

Ramadhan adalah bulan obral pahala. Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengaskan bahwa nilai ibadah sunnah akan dinilai setara dengan pahala ibadah wajib dan nilai ibadah wajib akan dilipat gandakan hingga 70 kali lipat, demikian Imam Ibnu Khuzaimah dalam kitabnya menuliskan hadits tersebut.
Terlepas bahwa keterangan diatas masih menjadi catatan para ahli hadits, namun maknanya sangat memotivasi kita untuk terus melakukan amalan-amalan kebaikan khususnya di bulan ini. Salah satu yang menjadi target amalan sunnah dibulan ini adalah kita semua bisa bersama melaksanakan ibadah malam, khususnya sholat malam; tarawih, tahajjud, witir, dan lainnya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam seperti yang ditulis oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam kitabnya menyatakan:
من قام رمضان إيماناً واحتساباً غُفر له ما تقدم من ذنبه
“Siapa yang sholat malam di bulan ramadhan dengan penuh iman dan mengharap ridho Allah maka akan diampuni dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhori dan Muslim)
Qiyamul Lail/Qiyam Ramadhan
Ibadah Qiyamul Lail / Sholat malam adalah sholat yang dikerjakan setelah sholat isya’ hingga terbit fajar, baik shalat tersebut dikerjakan pada bulan ramadhan atau pada selainnya, demikian makna umumnya. Untuk sholat malam pada bulan ramadhan juga sering disebut dengan istilah Qiyam Ramadhan.
Dahulu, awal mulanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang memulai untuk melaksanakan sholat malam pada malam-malam bulan ramadhan, berikut Aisyah ra bercerita seperti dalam riwayat Imam Al-Bukhari:
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada suatu malam pernah melaksankan shalat kemudian orang-orang shalat dengan shalatnya tersebut, kemudian beliau shalat pada malam selanjutnya dan orang-orang yang mengikutinya tambah banyak kemudian mereka berkumpul pada malam ke tiga atau keempat dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak keluar untuk shalat bersama mereka. Dan di pagi harinya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata, “Aku telah melihat apa yang telah kalian lakukan dan tidak ada yang menghalangiku untuk keluar (shalat) bersama kalian kecuali aku khawatir bahwa shalat tersebut akan difardukan.” Rawi hadits berkata, “Hal tersebut terjadi di bulan Ramadhan.” (HR Bukhari).
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam keluarnya pada jauf al-lail (tengah malam), itu artinya kebiasaan sholat malam pada selain ramadhan juga dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada bulan ramadhan. Jadi shalat malam itu adalah nama umum untuk setiap sholat yang dikerjakan pada malam hari setelah sholat isya’ hingga terbit fajar.
Ibadah Tarawih adalah Sholat Malam
Sepertinya belum ada istilah tarawih pada zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, karenanya dalam teks hadits diatas Aisyah memakai redaksi sholat secara umum, atau hadits-hadits tentang shalat di bulan ramadhan diungkap dengan redaksi Qiyam Ramadhan bukan dengan tarawih. 
Setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam wafat, ibadah malam dibulan ramadhan dilaksanakan sendiri-sendiri oleh para sahabat, sehingga datanglah masa Umar bin Khattab, dan beliau mengintruksikan agar ibadah malam yang sering dilakukan sendiri-sendiri itu dirubah menjadi berjamaah dengan diimami oleh Ubay bin Ka’ab.
Sahabat Umar mengumpulkan jamaah shalat malam ramadhan dalam jumlah 20 rakaat, dimana pada setiap selesai empat rakaat (dua kali salam) mereka semua istirahat dari shalat dan melakukan thawaf, dan thawaf ini juga ibadah. Seperti inilah akhirnya yang dilakukan oleh penduduk Makkah kala itu, dan tidak terdengar ada sahabat yang menentang pendapat Umar ini.
 Istirahat dari setiap selesainya empat rakaat inilah yang dikenal dengan istilah tarwihah/istirahat, demikian Imam Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari menuliskan.  Karena ada banyak tarwihah dalam shalat tersebut sehingga disebut dengan tarawih. Dari sinilah muncul istilah tarawih, dan shalat malam yang sering dikerjakan oleh ummat Islam setelah shalat isyak akhirnya disebut dengan Shalat Tarawih, selebihnya shalat ini juga disebut dengan shalat malam atau ia adalah bagian dari shalat malam.
Mendengar bahwa penduduk Makkah melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat dan setiap jedah empat rakaat mereka melakasanakan thawaf, maka akhirnya di zaman Imam Malik penduduk madinah melakasanakan shalat tarawih dengan jumlah 36 rakaat, dengan mengganti setiap thawafnya penduduk Mekkah dengan 4 rakaat shalat tarawih.
Pada akhirnya jumlah 20 rakaat inilah yang menjadi pegangan mayoritas ulama fikih dalam banyak pendapat mereka, walaupun sebenarnya tidak ada pembatasan khusus dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terkait berapa rakaat seharusnya jumlah shalat tarawih.
Memang ada riwayat yang menjalaskan perihal shalat malamya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam baik dibulan ramadhan maupun dibulan lainnya yang tidak lebih dari 11 rakaat, seperti hadits Aisyah ra berikut ketika beliau ditanya bagaimana shalat malamnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
ما كان رسول الله يزيد في رمضان ولا في غيره على إحدى عشرة ركعة
Aisyah ra menjawab: “Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah shalat malam melebihi 11 rakaat baik pada bulan ramadhan maupun pada bulan lainnya” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jumlah ini menurut Ibnu Taimiyah dan ulama lainnya tidaklah menjadi batas akhir, karenanya memungkinkan untuk melebihi jumlah tersebut. Apalagi sosok Umar bin Khattab yang tidak mungkin akan mengambil keputusan 20 rakaat  plus thawaf jika tanpa dalil dan penalaran yang matang tentang urusan beragama.
Kiranya apa yang dilakukan Umar bin Khattab ini janganlah dibenturkan dengan apa yang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah lakukan, karenan urusan ini bukan hanya perkara teks dalil, tapi ini juga perkara dalam memahami teks/pendalilan, dan sahabat Umar adalah salah satu sahabat yang ahli dalam masalah analisis teks/pendalilan. Belum lagi bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam  berpesan agar juga berpegang dengan sunnah-sunnah Khalifah Ar-Rasyidun, dan Umar adalah salah satu dari mereka.
Shalat tarawih ini juga bisa dibagi dalam dua waktu, sebagian dikerjakan diawal waktu dan sebagiannya dikerjakan diakhir waktu, lalu kemudian ditutup dengan witir. Karena tarawih adalah shalat malam maka waktunya pun luas, selama fajar belum terbit masih boleh melaksanakan tarawih.
Tahajjud juga Shalat Malam
Berdasarkan arti dari tahajjud itu sendiri, maka shalat ini adalah shalat sunnah yang dikerjakan setelah bangun dari tidur malam. Allah SWT berfirman:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَى أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
“Dan pada sebahagian malam hari bertahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”(QS. Al-Isra’ : 79).
 Shalat ini juga bagian dari Qiyamul Lail/shalat malam, Al-Quran mengungkapkan:
يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ قُمِ اللَّيْلَ إِلاَّ قَلِيلاً  نِصْفَهُ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلاً
“Wahai orang yang berselimut, bangunlah (untuk shalat) pada malam hari kecuali sedikit, yaitu setengahnya atau kurang dari itu sedikit”. (QS. Al-Muzzammil : 1-3)
Umumnya para ulama membolehkan untuk melaksanakan shalat tahajjud setelah shalat tarawih. Baik sendirian maupun berjamaah, di rumah maupun di masjid. Terlebih bahwa akhir malam adalah waktu yang paling baik untuk beribadah kepada Allah SWT dan berdoa.
Walaupun sebagian tetap menganjurkan untuk menyelesaikan shalat tarawih dan witir bersama imam di masjid, merujuk kepada keutamaannya yang disebutkan oleh Rasulullah bahwa:
مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَة
Siapa saja yang ikut shalat tarawih berjemaah bersama imam sampai selesai maka untuknya itu dicatat seperti shalat semalam suntuk.” (HR. Abu Daud dan Turmudzi)
Tahajjud Setelah Witir 
Sebenarnya ini permasalahan khilafiyah diantara para ulama, walaupun akan lebih aman jika dikerjakan sebelum shalat witir, namun dari beberapa riwayat menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga pernah melaksanakan shalat sunnah setelah witir, ini artinya bahwa walaupun sudah witir bersama imam di masjid, masih memungkinkan untuk tetap melaksanakan tahajjud atau shalat malam lainnya di rumah, tanpa harus ditutup dengan shalat witir lagi.
Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
لا وتران في ليلة
“Tidak boleh melakukan dua kali witir dalam satu malam.” (HR. Ahmad, Nasai da Abu Daud)
Kebolehan untuk tetap melaksanakan tahajjud walaupun sudah melaksanakan witir didasarkan pada cerita Aisyah ra:
“Kemudian beliau bangun untuk melaksanakan rakaat kesembilan, hingga beliau dudu tasyahud, beliau memuji Allah dan berdoa. Lalu beliau salam agak keras, hingga kami mendengarnya. Kemudian beliau shalat dua rakaat sambil duduk.” (HR. Muslim)
Imam An-Nawawi ketika menjalaskan hadits diatas menuliskan bahwa dua rakaat yang dikerjakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sambil duduk tersebut dilakukan setelah shalat witir, ini sebagai penjelas bahwa masih boleh shalat setelah witir, dan kebolehan shalat sunnah sambil duduk, walaupun yang demikian jarang dilakuakn oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Jadi Kesimpulannya?
Dalam permasahan ini, penulis sepakat dengan apa yang pernah diungkapkan oleh Dr. Ali jumuah:
الإنسان يجب وينبغي عليه أن يعبد ربه طاقته؛ يعني في حدود طاقته، وليس عليه أن يكلف نفسه ما لا تطيق.
Bahwa harusnya setiap kita berusaha untuk beribadah/menyembah Allah sesuai dengan batas kemampuannya, tanpa harus memaksakan apa yang sebenarnya tidak kuasa dilakukan.
Untuk itu, beliau melanjutkan:
ولذلك من صلى الثمانية ثم أوتر بثلاث؛ فلا بأس بها، ومن صلى العشرين وأوتر بثلاث؛ فلا بأس بذلك، ومن قام بعد ذلك بليل، فأراد أن يزيد صلاة التهجد؛ فلا بأس بذلك.
Bagi siapa yang mau melaksanakan shalat 8 rakaat dengan 3 witir silahkan, dan itu tidak ada masalahnya. Dan siapa yang ingin mengerjakan shalat dengan 20 rakaat dengan 3 witir itu juga tidak ada yang salah, lalu jika ada yang ingin menambah shalat lagi di malamnya, atau menambah dengan shalat tahajud itu juga tidak ada masalah.
Demikian bahwa perkara ini sangat longgar, hingga akhirnya yang terpenting bagi kita sekarang ini adalah sebisa mungkin untuk tidak meninggalkan shalat malam di malam-malam bulan ramadhan tentunya dengan tetap memperhatikan kualitas shalat yang dilakukan. Karena, “Siapa yang sholat malam di bulan ramadhan dengan penuh iman dan mengharap ridho Allah maka akan diampuni dosanya yang telah lalu”
Sumber : rumahfiqih.com

Minggu, 05 Juni 2016

Kiprah Ajengan Ahmad Sanusi dan KH Wahid Hasyim Dalam Sidang BPUPKI


Pada 13 Juli 1945 dimulai Rapat Besar Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) guna mendengarkan laporan dan mengesahkan hasil kerja Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Rapat berlangsung maraton dari 13 sampai 16 Juli, sejak pagi hingga hampir tengah malam.
Selaku ketua Panitia Perancang UUD, Ir Sukarno melaporkan hasil kerjanya kepada Rapat Besar berupa Rencana Pernyataan Kemerdekaan yang merupakan cikal bakal Pembukaan UUD.
Betapa pun Sukarno meyakinkan peserta rapat Dokuritsu Zjunbi Tjoosakai (BPUPKI) agar menerima hasil kerja Panitia Perancang Sembilan Orang (kemudian dikenal sebagai Panitia Sembilan) sebagai kompromi terbaik antara golongan Islam dengan golongan kebangsaan, pro-kontra tetap muncul juga.

Keberatan muncul terutama terhadap rumusan: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.


Wahid Hasyim Menolak Lobi Latuharhary Soal Penghapusan 'Tujuh Kata' di Piagam Jakarta
Mula-mula, Latuharhary dan kawan-kawan menyatakan keberatan atas rumusan tersebut.  Keberatan Latuharhary dijawab oleh H Agus Salim dan KH Abdul Wahid Hasjim. Kepada Latuharhary dan pihak-pihak lain yang keberatan, Kiai A Wahid Hasjim mengatakan, "Inilah rumusan hasil kompromi yang bisa dicapai."
Menurut putra Hadratus Syekh KH M Hasjim Asy'ari itu, jika ada yang menyebut rumusan "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" terlalu tajam, ada juga yang berpendapat sebaliknya, terlalu tumpul. Bahkan, ada yang bertanya kepada Kiai Wahid, "Apakah dengan rumusan lunak seperti itu orang Islam sudah boleh berjuang menceburkan jiwanya untuk negara Indonesia yang akan didirikan ini?"

Jika Latuharhary dan kawan-kawan keberatan dengan keseluruhan rumusan, Ketua Muhammadiyah Ki Bagus Hadikusumo hanya meminta agar kalimat "bagi pemeluk-pemeluknya" dihapus sehingga sila pertama rumusan Piagam Jakarta 22 Juni 1945 berbunyi: "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam."

Demikian kerasnya perdebatan, KH Abdul Kahar Moedzakkir yang mendukung Ki Bagus sampai harus memukul meja. Ki Bagus sendiri bahkan memulai salah satu pembicaraannya dengan kata-kata: "Saya berlindung kepada Allah terhadap syetan yang merusak." Ketua rapat, Dr KRT Radjiman Wedyodiningrat, menawarkan pemungutan suara untuk menghindari kemacetan persidangan.
Di tengah suasana rapat besar BPUPK yang makin panas dan menunjukkan tanda-tanda bakal berujung di jalan buntu, Ajengan Ahmad Sanusi (1888-1954) dari Sukabumi tampil bijak. Seraya menolak voting yang ditawarkan Radjiman, pendiri Persatuan Ummat Islam (PUI) itu meminta dengan sungguh-sungguh "supaya permusyawaratan berjalan tenang, dengan memancarkan pikiran ke sebelah kanan dan ke kiri, ke luar dan kembali".

Sanusi mengingatkan agar rapat BPUPK jangan mengambil keputusan dengan tergopoh-gopoh.

Jasa Ajengan Sanusi yang Terlupakan
Sesudah mengingatkan peserta rapat Dokuritsu Zjunbi Tjoosakai agar berlindung kepada Tuhan masing-masing, Sanusi mengusulkan kepada ketua rapat agar suasana rapat didinginkan dulu. Usul Sanusi segera ditangkap oleh Radjiman. Rapat BPUPK malam itu pun ditunda sampai besok pagi.
Sesudah rapat ditunda sesuai saran Sanusi, malam itu Ketua Panitia Sembilan bergerilya melakukan pendekatan kepada para anggota BPUPK dari kedua kalangan: Islam dan kebangsaan. Dengan pendekatan yang dilakukan Bung Karno hingga "hampir datang waktu subuh".
Hasil kerja Panitia Sembilan pun keesokan harinya diterima oleh rapat besar Dokuritsu Zjunbi Tjoosakai. "Dengan suara bulat diterima Undang-Undang Dasar ini," ujar Radjiman Wedyodiningrat seraya mengetukkan palu.
Jasa Ajengan Sanusi mendinginkan suasana, dengan interupsinya yang jernih, niscaya tidak mungkin dicoret dari sejarah. Sejarah memang tidak boleh diandaikan. Akan tetapi, tanpa interupsi Ajengan Sanusi, rapat besar BPUPK bisa berakhir tanpa menghasilkan UUD.

Masih adakah yang mengingat Ajengan Sanusi, sang penyelamat sidang BPUPK?

Sumber : khazanah.republika.co.id